Jumat, 19 Oktober 2012

Gurihnya Bisnis Rendang

TEMPO.CO , Jakarta - Gurihnya bisnis rendang kemasan juga telah merambah ke Jawa, terutama Jakarta, Bandung, dan sekitarnya. Misalnya, Amril dan istrinya, Nenden Rospati, memperluas variasi usahanya membuat rendang kemasan. “Ide awalnya dari pesanan-pesanan pelanggan, kok tidak dikemas jadi lebih praktis,” kata Amril, pemilik rumah makan dan bisnis rendang kemasan Restu Mande.

Sejak 2004, Amril membuka bisnis restoran masakan Padang di Jalan Brigjen Katamso, Bandung, Jawa Barat. Tetapi, sejak dua tahun lalu, mereka membuat usaha rendang kemasan. Pria asal Pariaman, Sumatera Barat, ini mengemas daging rendang kering dalam lapisan aluminum foil dan kemasan plastik transparan dalam kotak karton. Setiap karton berisi 5-6 kerat daging rendang dengan berat 300 gram.

Semula, rendang dikemas dalam stoples. Tapi kemasan ini dirasakan kurang praktis, basah. Beberapa kali mereka bereksperimen dengan kemasan, lalu menjatuhkan pilihan dengan kemasan aluminum foil, plastik, dan karton. “Kami dapat informasi kemasan ini paling sehat, tidak memilih kaleng, karena khawatir rusak,” ujar Amril.

Mereka memilih membuat rendang kering bukan rendang yang basah. Dengan racikan aneka bumbu, rempah, plus cara memasak dan mengemas, mereka membuat rendang berumur panjang. “Tanpa pengawet dan MSG juga rendang bisa tahan hingga setahun dan tidak keras,” tuturnya. Dalam sehari, rata-rata mereka memasak 870 kilogram rendang sapi.

Untuk promosi dan pemasaran, Amril menyerahkannya kepada Afdal Marda, bagian promosi Restu Mande di Jakarta. Mereka sudah mempunyai 73 agen di seluruh Indonesia yang siap melayani konsumen. Mereka juga menjual produk tersebut di beberapa tempat, seperti di koperasi Indosat, Kem Chick, dan UKM Gallery. “Kami berencana menjual di outlet toko waralaba,” ujar Afdal.

Untuk pemesanan, konsumen bisa menghubungi agen atau melalui situs mereka. Biasanya rendang yang dipesan sudah diterima dalam 1-2 hari setelah pemesanan. Konsumen bisa memesan dua pilihan rendang, yakni rendang daging sapi dan ayam tanpa tulang.

Menurut Afdal, rendang Restu Mande kini telah menembus pasar mancanegara, seperti Amerika, Eropa, Cina, dan Arab, meski baru melalui konsumen yang pergi ke luar negeri, hand carrier istilahnya. Untuk ekspor dengan kontainer, mereka belum melaksanakannya, masih menunggu kebijakan pemerintah.

Khusus pada bulan puasa dan Lebaran tahun ini, pesanan rendang kemasan Restu Mande meningkat 30-40 persen dibanding hari biasa. Boleh jadi, tutur Afdal, rendang kemasan praktis dan awet, tinggal dipanaskan saat santap sahur dan berbuka. Atau, saat Lebaran, yang tak sempat masak karena pembantu mudik. Harga rendang berkisar Rp 65-90 ribu untuk sekotak daging sapi, dan Rp 55-70 ribu untuk ayam.

Peluang gurihnya bisnis rendang ini juga ditangkap oleh Reno Andam Suri, yang membuka usahanya di Ciledug, Tangerang. Perempuan berkerudung ini melabeli dagangannya dengan merek Rendang Uni Farah. Memulai usaha berjualan rendang paket sejak 2004. Saat itu mereka menawarkan pesanan rendang berukuran 1 kilogram. Setelah itu baru merambah ke kemasan. “Memang sengaja langsung usaha rendang paket,” ujar Reno .

Kini, Rendang Uni Farah menawarkan beberapa jenis rendang, yakni daging, tacabiak (daging suwir), paru, kentang, udang, ayam, pulut hitam. Reno juga menawarkan rendangnya dalam bentuk kemasan vacuum untuk individual 100-500 gram. Harga bervariasi, bergantung pada jenis dan kemasan, mulai Rp 40 ribu hingga Rp 350 ribu. Ada juga yang dikemas dalam mangkuk. Umur rendangnya dalam suhu udara ruangan bisa mencapai 10 hari. Sedangkan untuk bungkus, bisa mencapai 40 hari.

Menurut Reno, rendang yang ditawarkannya itu jenis rendang Payakumbuh, tempat asal Reno. Jika rendang lain adalah rendang kering, rendang Uni Farah ini boleh dikatakan sebagai rendang sedikit basah. “Rendang kami ini di tengah-tengah, tetap berminyak tapi tidak basah banget,” ucapnya.

Reno, yang juga penulis buku Rendang Traveler, mengungkapkan sasaran penjualan rendangnya. Pada awalnya untuk para pencinta perjalanan, haji, rumahan, dia lalu menyasar ke perusahaan-perusahaan. Biasanya mereka menggunakan untuk bingkisan atau hantaran. Kini, segmen perusahaan dan perjalanan ini yang konsumsinya cukup besar, hampir 80 persen. Pemesanan difokuskan ke konsumen dalam negeri dari berbagai daerah di Tanah Air. Mereka belum menggarap pemasaran luar negeri, kecuali produk mereka dibawa untuk oleh-oleh atau teman perjalanan.

Pada hari biasa, Reno hanya membuat rendang seminggu tiga kali dengan kapasitas 2-3 kuali untuk 30 kilogram daging. Tetapi pada puasa dan menjelang Lebaran tahun ini, dia harus bekerja lebih keras. “Hampir 40 persen mungkin peningkatan pesanan,” ujarnya.

Pasangan Henky Rivando-Firsty Indah di Cimanggis, Depok, menjual aneka rendang dengan merek Rendang Datuk. Semula mereka juga membuka usaha warung Padang, tapi pada akhir 2005 mereka beralih ke rendang kemasan. “Awalnya coba-coba, inisiatif suami saya. Saya belajar dari mertua membuat rendang telur khas Payakumbuh,” kata Tety—panggilan Firsty.

Setelah rendang telur, mereka kemudian menawarkan rendang kering lainnya, yakni rendang suwir dan paru. Sedangkan untuk rendang basah, mereka menawarkan rendang daging dan paru. Rendang kering usaha rumahan pasangan ini mampu bertahan hingga tiga bulan, sedangkan untuk rendang basah berumur seminggu sampai sebulan, tergantung konsumen memperlakukannya.

Rendang Datuk ini dikemas dalam plastik dan stoples mika tembus pandang. Menurut Tety, pemilihan kemasan ini agar konsumen melihat langsung rendang yang mereka inginkan.

Pada Lebaran lalu, pesanan rendangnya meningkat hingga 200 persen dibanding hari biasa. “Sampai pertengahan puasa ini sudah lumayan, seminggu terakhir ini lebih dari 200 kilogram,” ujarnya.

FEBRIANTI (PAYAKUMBUH) | DIAN YULIASTUTI (JAKARTA)

 

Terpopuler:
12 Kota Religi Umat Muslim

3 Tempat Wisata ''Aneh bin Ajaib'' 

Lantaran Difilmkan, 7 Lokasi Wisata Jadi Terkenal

Rendang Paling Enak Menurut Para Ahlinya

Rendang Bukan Lagi Milik Orang Minang

Oasis, Konsisten Menyajikan Hidangan Kolonial

Pelangi di Langit Kiama

Memanjakan Mata di Taman Wisata Selecta

Read more